03 February 2023

Belajar dari Ayub

belajar Alkitab

Kitab Ayub adalah salah satu kitab yang saya tidak terlalu suka membacanya, saya merasa takut kalau baca karena yang saya pahami isi kitab Ayub adalah tentang Tuhan yang mengajar anakNya dengan menggunakan penyakit dan penderitaan. Itu juga pesan yang sering saya dengar dari khotbah di gereja atau renungan tentang Ayub, jadi saya semakin tidak mengerti dan tidak suka 😃 Tapi itu dulu.... 

Beberapa tahun terakhir ini setelah saya baca dengan pola pikir kasih karunia Tuhan, dan saya berusaha belajar dengan membaca dari terjemahan lain seperti BIMK, VMD, saya jadi lebih mengerti maksudnya dan malah jadi suka bacanya. Saya coba tuliskan renungan saya disini.

Ayub adalah seorang yang saleh, yang bahkan dipuji oleh Tuhan sendiri. Tapi kemudian mengalami penderitaan yang luar biasa sampai kemudian dipulihkan Tuhan. Kenapa? Nah disini nih kuncinya. Kalau dibaca secara teliti, sebenarnya penderitaan Ayub bukanlah dari Tuhan tapi dari iblis. Iblis lah musuh yang sebenar-benarnya yang suka mencuri, membunuh dan membinasakan manusia (Yohanes 10:10). Dan dia berusaha setiap saat mencari jalan untuk menelan manusia (1 Petrus 5:8).  

Trus kenapa iblis bisa melakukan itu? Kalau menurut saya, setelah saya baca dengan teliti dan renungkan dengan seksama 😋 Ayub punya pola pikir yang kurang tepat tentang Tuhan. Dia mengenal Tuhan sebagai Tuhan yang kejam yang selalu siap menghukum kalau manusia bersalah. Pola pikir agamawi dimana Tuhan bertindak sesuai dengan perbuatan kita. Tuhan akan memberkati kalau kita hidup benar demikian juga sebaliknya. 

Itulah kenapa setiap pagi Ayub selalu bangun pagi-pagi dan mempersembahkan kurban untuk tiap-tiap anaknya supaya mereka diampuni Tuhan (Ayub 1:5). 

Ayub juga menegur istrinya, masakan kita hanya mau menerima apa yang baik dari Allah, sedangkan yang tidak baik kita tolak (Ayub 2:10). Padahal Tuhan itu sumber segala kebaikan tapi menurut Ayub ternyata bisa memberikan yang tidak baik juga. 

Segala yang kucemaskan, menimpa aku, segala yang kutakuti, melanda aku (Ayub 3:25). Ayub selalu takut kalau-kalau Tuhan menghukum karena dia berbuat dosa. Jadi boleh dibilang kalau Ayub hidup saleh itu sebetulnya karena takut dihukum Tuhan, bukan karena mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Dan bisa jadi juga, Ayub menganggap selama ini dia menikmati kekayaan, kesehatan dan keamanan, itu semua karena kesalehannya, bukan karena kebaikan Tuhan. Tanpa sadar jadi sombong, dan jadi celah buat iblis.   

Gambaran simplenya gini, kita tidak membuang sampah sembarangan karena ada rambu larangan DILARANG BUANG SAMPAH, bukan karena sesungguhnya kita pribadi yang suka kebersihan, tertib, bertanggung jawab dan tidak suka merepotkan orang lain. 

Ketika Ayub menegur istrinya, di Alkitab tertulis, meskipun Ayub mengalami segala musibah itu, ia tidak mengucapkan kata-kata yang melawan Allah (Ayub 2:10 BIMK). Tapi mulai pasal 3 dan seterusnya sampai akhirnya Tuhan menjawab Ayub, Ayub terus menerus membela dirinya dan menuduh Tuhan jahat. Sampai akhirnya Tuhan berkata pada Ayub, apakah engkau berusaha menunjukkan bahwa Aku tidak adil? Apakah engkau berusaha menyalahkan Aku dengan berkata, bahwa Aku bersalah? (Ayub 40:8 VMD).

Karena pola pikir agamawi Ayub lah makanya Ayub 'berani' membantah Tuhan. Sebetulnya kalau dipikir-pikir, semua penderitaan Ayub memang bukan secara langsung akibat perbuatan dosa Ayub kan. Tuhan sendiri bilang Ayub orang saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Tapi Ayub tidak bisa melihat the big picture sedangkan Tuhan bisa. Mulai pasal 38 Tuhan menjawab Ayub dengan menunjukkan the really big picture yang selama ini nggak kebayang sama Ayub. 




Ketika melihat alam semesta, Ayub hanya memahami Tuhan sangat berkuasa karena membuat gempa sampai bumi berguncang, menjungkirbalikkan bumi dengan murka dan berang. Ayub 'hanya' mampu melihat kekuasaan Tuhan lewat peristiwa alam yang mengerikan. Lalu Tuhan bertanya bagaimanakah tiang-tiang penyangga bumi berdiri teguh? Siapa meletakkan batu penjuru dunia dengan kukuh? Secara tidak langsung Tuhan menjawab Ayub kalau bumi tidak gempa itu juga karena Tuhan yang menjaga! Ayub lupa dan tidak bisa melihat banyak hal baik lainnya yang merupakan pekerjaan Tuhan. 

Dapatkah engkau memburu mangsa untuk singa-singa dan mengenyangkan perut anak-anaknya? Siapa membantu burung gagak yang kelaparan dan berkeliaran ke sana sini mencari pangan? Siapakah pula memberi pertolongan apabila anak-anaknya berseru kepadaKu minta makanan?

Tuhan menunjukkan kebesaranNya, kekuasaanNya dan KASIH Nya. Di situlah Ayub baru mengenal Tuhan dengan benar. Pada masa lalu aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang aku telah melihat Engkau dengan mataku sendiri (Ayub 42:5 VMD). Dulu Ayub hanya mengenal Tuhan dari sudut pandang agama, Tuhan yang memberkati jika kita berlaku benar, dan Tuhan yang menghukum jika kita bersalah. Sekarang Ayub mengenal Tuhan yang selalu baik dan setia. Hanya kebaikan saja yang dilakukan Tuhan. 


Dari Ayub saya belajar tidak usah terlalu sibuk mencari tahu alasan, kenapa, mengapa, karena manusia tidak bisa memahami big picture. Cukup percaya saja bahwa Tuhan selama-lamanya baik, setia dan mengasihi saya. Sumber segala penderitaan adalah iblis. Hidup saya ada dalam tangan Tuhan. Iblis tidak bisa menyentuh saya karena sekarang jaman anugerah, darah Yesus sudah tercurah untuk saya, melindungi saya. Waktu jaman Ayub, Yesus kan belum mencurahkan darahNya. 

Sebelum kematian dan kebangkitan Kristus, Iblis kadang-kadang bisa menghampiri Allah, untuk dapat mempersoalkan kesungguhan dan kebenaran seorang percaya (Ayub 1:6-12; 2:1-6; 38:7; Wahyu 12:10). Akan tetapi, Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Iblis dapat masuk langsung kepada Allah pada zaman perjanjian baru sekalipun ia masih menuduh orang percaya. Kita dapat mengatasi semua tuduhan ini dengan darah Kristus, hati nurani yang bersih, dan Firman Allah.


Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu! (Yakobus 4:7) 

Hidup di jaman anugerah artinya Tuhan selalu di pihak kita, tidak pernah melawan kita bahkan dosa pun tidak bisa memisahkan kita dari kasih Allah (Roma 8). Mari menikmati hidup yang mengenal Allah dengan benar, menikmati persekutuan yang manis dengan pribadiNya, senantiasa mengharapkan kebaikan Tuhan dalam hidup kita. 


No comments:

Post a Comment