01 August 2019

Dua garis biru

Beberapa waktu lalu, hari Selasa, saya 'menculik' Ola sepulang sekolah untuk nonton film ini di BTC, berdua aja. Ngedadak emang, mumpung diskonan hari Selasa. Anaknya sempet protes tapi akhirnya enjoy juga haha...

Kami sangat menikmati film ini, meskipun sederhana konfliknya kalau menurut saya, tapi berhasil membuat kami berdua menitikkan air mata karena terharu. Ternyata saya dan Ola itu sama-sama melankolis, bisa nangis kalo nonton film.

Saya sengaja mengajak Ola nonton film ini berdua aja dan bermaksud mendiskusikannya kemudian. Awal nonton Ola sempet protes harusnya nontonnya ama temen-temen sekolahnya aja lebih rame. Tapi menurut saya lebih bagus kalau nonton bersama orang tua karena bisa jadi bahan diskusi tentang sex education untuk remaja. Film ini tuh pas banget tau nggak hehe...
 
Saya dan Ola sama-sama sepakat bahwa hal-hal seputaran sex lebih baik didiskusikan dengan orang tua dan bukannya dengan teman sebaya atau orang lain. Diskusi dengan teman sebaya yang sama-sama nggak tau, endingnya malah jadi salah kaprah. Bukannya dapat solusi malah nambah masalah.

Saya berusaha menempatkan diri sebagai teman, Ola bisa terbuka banget untuk urusan ini dan merasa nyaman. Seumuran dia, cewe dan cowo emang sedang masanya kebutuhan seksual mulai muncul. Seks itu sebuah kebutuhan, sama dengan kebutuhan makan, kebutuhan istirahat, kebutuhan buang air dan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh tubuh yang harus dipenuhi. 
 
Tentu saja kebutuhan yang cara pemenuhannya perlu diajarkan oleh orang tua supaya tidak salah jalan. Waktu anak bayi kita lapar tentunya kita memberinya makan dan pastinya kita mengajarkan anak kita untuk tidak mengemut jarinya yang kotor kan? Tidak mengijinkan anak kita mengambil secara sembarangan benda di dekat dia untuk dimakan. Kita akan mengajarkan mana makanan yang baik dan yang tidak baik. 

Seks samalah kayak gitu, sebuah kebutuhan, dan bukan sesuatu yang tabu untuk didiskusikan dengan anak. Sebagai orang tua, kita perlu mengajarkan yang baik dan yang membangun kepada anak kita, sesuai dengan norma-norma masyarakat dan ajaran agama yang kita percayai. Kalau kita betul-betul paham bahwa seks itu bukan hanya kebutuhan biasa, karena berhubungan dengan orang lain.

Anyway, intinya adalah anak remaja kita sedang mengalami salah satu kebutuhannya muncul, mereka tidak tahu apa-apa dan perlu bimbingan dari orang tuanya. Saya teringat teman saya, anaknya cowo udah remaja, ketika jalan-jalan di Singapura dan melihat cewe yang berpakaian seksi. Teman saya memperhatikan anaknya itu dan merasa risih karena kok seperti cowo cabul sih, ngeliatin terus. Beruntung ada suaminya yang menjelaskan bahwa buat cowo sebenarnya melihat cewe itu sama seperti melihat pemandangan yang indah atau mainan yang bagus, nggak otomatis langsung menjurus ke sana (you know what i mean, right?). Anaknya belum tahu apa-apa jadi No need to freak out katanya, dan mereka akhirnya mengajari anaknya untuk menjaga mata, mengendalikan mata supaya tidak membuat orang lain merasa risih. Mereka bisa sharing tips-tips yang baik ke anaknya itu, bagaimana mengendalikan mata dan seterusnya. 

Sangat perlu bimbingan dari orang tua. Jangan sampai dibiarkan mencari tahu sendiri atau bersama dengan teman-temannya yang sama-sama nggak tau, bisa jadi malah terlibat masalah seperti film dua garis biru itu. 

Menarik sekali di film itu ada dialog antara Bima dengan ibunya. Ketika kecil ibunya selalu menutup mata Bima kalau pas nonton film dan ada adegan mesranya. Bima nya menjawab, emang ibu ama bapak bisa ciuman gara-gara nonton film 😂 ih pinter banget si Bima. Menurut saya, ya enggak hehe... karena itu kebutuhan, impuls, tubuh manusia tahu bagaimana caranya memenuhi kebutuhannya. Tuhan kan menciptakannya seperti itu. Makanya perlulah kita menjaganya dengan baik, tidak merusak diri sendiri dan tentunya juga tidak merusak atau merugikan orang lain juga. Manusia diberi otak dan hati untuk digunakan bersamaan. Kalau nggak trus apa bedanya dengan binatang yang bisa seks sana sini tanpa peduli tempat dan waktu. Binatang sih nggak punya otak dan nggak punya hati. Taulah apa maksudnya kan hehe...

Belajar jadi orang tua yang cool. Maksudnya berteman dengan anak, anak merasa nyaman cerita tentang apapun pada ortu. Cool disini artinya bukan semua kemauan anak dibolehkan, tapi kita bisa memberikan arahan ke anak dengan cara yang nyaman, cool. Emang susah sih punya anak remaja. Tapi sudah waktunya beralih fungsi, mesti jadi orang tua rasa teman/sahabat. Tinggalkan orang tua rasa polisi haha...


No comments:

Post a Comment